Cupatkai dalam Journey to the West: Transformasi dari Panglima Militer Menjadi Siluman Babi

Karakter Cupatkai dari novel klasik Tiongkok Journey to the West. Cupatkai, atau dikenal juga sebagai Chupachie atau Chuwuneng, adalah salah satu dari tiga murid Tong Sancang, seorang biksu Buddha. Di awal cerita, Cupatkai, yang dulu dikenal sebagai Tianpeng Yuanuai, adalah seorang panglima militer di Kahyangan. Namun, dia diusir ke bumi setelah melakukan tindakan tidak pantas terhadap Dewi Chang’e, sebuah kesalahan yang memicu hukuman keras: reinkarnasi sebagai siluman babi dan menjalani seribu kehidupan penuh penderitaan cinta.

Sebagai siluman babi, Cupatkai berubah menjadi sosok yang sangat berbeda dari kehidupan sebelumnya. Dalam wujudnya sebagai babi, dia dikenal dengan nama Chukang Lie, yang artinya “babi berambut kuat”. Dia digambarkan sebagai karakter yang rakus, malas, dan memiliki hasrat besar terhadap wanita. Dia bahkan menjadi sangat terkenal karena sifat-sifat buruknya ini. Cerita di sini menggambarkan bagaimana ia berusaha untuk mendapatkan cinta dan bagaimana ia gagal dalam berbagai kesempatan.

Ketika Cupatkai berusaha mengejar cinta, dia menghadapi berbagai masalah, termasuk dalam pernikahan yang berakhir buruk. Di hari pernikahannya, identitas aslinya sebagai siluman babi terungkap, menyebabkan kekacauan dan penolakan dari pihak keluarga. Cupatkai pun akhirnya menculik wanita yang dicintainya, yang merupakan aksi terakhir dari keputusasaannya. Versi berbeda dari cerita ini menunjukkan bahwa Cupatkai juga sempat melakukan banyak hal baik, seperti membantu desa, namun akhirnya tetap mengalami nasib buruk.

Akhirnya, setelah kekalahannya dari Sun Wukong, Cupatkai direkrut oleh Bodhisattva Guanyin dan menjadi murid Tong Sancang. Di sini, namanya berubah menjadi Chupachie, dan dia diberi julukan “babi yang terbangun kemampuan” karena latar belakangnya sebagai panglima militer. Meskipun Cupatkai naik level dalam perjalanan, tingkat spiritualnya tetap rendah, dan dia ditugaskan untuk tinggal di bumi sebagai pembersih altar, menghabiskan waktunya dengan menjalani kehidupan yang masih dipenuhi nafsu dan kemalasan.

Perjalanan Legendaris Raja Kera: Dari Keabadian ke Penebusan

Sun Wukong, atau yang lebih dikenal sebagai Raja Kera, adalah karakter legendaris dari novel klasik Tiongkok “Journey to the West” karya Wu Cheng’en. Cerita Wukong dimulai dari kelahirannya yang ajaib dari sebuah batu di Gunung Huaguo, sebuah proses yang dipenuhi energi positif dan negatif. Batu ajaib ini menghasilkan seekor monyet yang diberi nama Shiho, atau “Monyet Batu”. Shiho kemudian bergabung dengan kawanan monyet lain dan menjadi Raja Monyet setelah berhasil menemukan sumber sungai tersembunyi di balik air terjun. Dengan gelar tersebut, Wukong mulai mencari cara untuk mencapai keabadian dan menghindari kematian.

Wukong memulai perjalanan untuk mencari keabadian dan akhirnya menemukan gurunya, Puti Susi, yang mengajarinya berbagai teknik bela diri dan ilmu pengetahuan. Berkat pelatihan ini, Wukong memperoleh kemampuan luar biasa seperti 72 bentuk perubahan, kemampuan awan Kinton, dan keabadian yang membuatnya kebal terhadap racun dan luka. Setelah merasa cukup kuat, Wukong kembali ke dunia, mengklaim berbagai pusaka, termasuk tongkat sakti Rui Cingupang dari raja naga laut Timur. Namun, tindakan Wukong yang mengambil berbagai harta karun dan memaksa para raja naga untuk memenuhi keinginannya menimbulkan kekacauan.

Akibat kelakuannya, Wukong dijatuhi hukuman mati dan dibawa ke neraka. Di sana, dia berhasil merayu Raja Neraka untuk mengizinkannya kembali ke bumi dengan janji tidak akan membuat onar lagi. Namun, Wukong malah menghapus nama dirinya dan monyet-monyet lain dari kitab kehidupan dan kematian. Meski Kaisar Giok dan para dewa Kahyangan berusaha mengekang kekuatan Wukong, mereka selalu gagal. Wukong bahkan mendapatkan kekuatan tambahan setelah dikurung dalam wadah trigram dan dipaksa menghadapi api Samadi, yang membuatnya semakin kuat dan kebal.

Ketika Wukong mulai mengacaukan Kahyangan dengan kekuatan barunya, Kaisar Giok akhirnya meminta bantuan Sang Buddha. Buddha menawarkan kesepakatan: jika Wukong dapat lolos dari telapak tangannya, dia bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Wukong, merasa tak terkalahkan, mencoba terbang ke ujung alam semesta, tetapi hanya menemukan lima pilar yang menandakan batas-batas tersebut. Sang Buddha akhirnya menunjukkan kepadanya bahwa segala sesuatu berada dalam kendali-Nya, dan Wukong akhirnya menyadari kesalahannya. Dengan pengalaman ini, Wukong menjalani perjalanan yang penuh pelajaran dan akhirnya memainkan peran penting dalam kisah “Journey to the West”.