Fenomena sosial yang mengkhawatirkan terjadi di Filipina, di mana banyak perempuan lokal hamil akibat hubungan dengan pria Korea, yang sering kali tidak bertanggung jawab. Istilah “kopino” digunakan untuk menyebut anak-anak yang lahir dari hubungan ini, di mana ibu mereka adalah orang Filipina dan ayah mereka adalah warga negara Korea. Sayangnya, banyak dari anak-anak ini terlantar dan tidak mendapatkan perhatian dari orang tua mereka, menyebabkan stigma dan kesulitan dalam mendapatkan pendidikan dan akses kesehatan.
Sebagian besar pria Korea yang terlibat adalah mahasiswa yang datang ke Filipina untuk belajar bahasa Inggris. Meskipun mereka datang dengan tujuan pendidikan, banyak yang akhirnya terlibat dalam hubungan dengan perempuan lokal, seringkali tanpa niatan untuk menikahi atau bertanggung jawab atas konsekuensi dari tindakan mereka. Praktik ini mirip dengan eksploitasi yang terjadi di masa lalu, di mana perempuan lokal dijadikan objek tanpa ada perlindungan atau perhatian dari laki-laki yang terlibat.
Kondisi ini diperburuk oleh norma sosial di Filipina yang menghindari penggunaan kontrasepsi, sehingga meningkatkan angka kehamilan di luar nikah. Setelah hamil, banyak perempuan menghadapi tekanan sosial dan tidak memiliki opsi untuk menggugurkan kandungan, sehingga mereka terpaksa membesarkan anak sendirian. Di tengah kesulitan tersebut, banyak yang akhirnya terjebak dalam industri kenakalan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Organisasi dan lembaga masyarakat muncul untuk membantu anak-anak kopino dan ibu mereka, menyediakan pendidikan dan dukungan. Namun, perhatian pemerintah Korea Selatan terhadap masalah ini masih sangat minim, membuat banyak orang merasa bahwa pemerintah Korea munafik dalam menangani isu-isu yang melibatkan warga negaranya di luar negeri. Keberadaan anak-anak kopino seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, tetapi sering kali mereka terabaikan dalam sistem yang seharusnya melindungi mereka.